Labels

Labels

Labels

Selasa, 20 Desember 2011

Di Entot Sama Dosen Bahasa Inggrisku

Bapak Guruku
Sebut saja namaku Etty (bukan yang sebenarnya), waktu itu aku masih sekolah di sebuah SMA swasta. Penampilanku bisa dibilang lumayan, kulit yang putih kekuningan, bentuk tubuh yang langsing tetapi padat berisi, kaki yang langsing dari paha sampai tung-kai, bibir yang cukup sensual (bila seorang pria yang memandang langsung terbayang keindahan mémék), rambut hitam lebat terjurai dan wajah yang oval. Payudara dan pantatku pun mempunyai bentuk yang bisa dibilang lumayan.

Dalam bergaul aku cukup ramah sehingga tidak mengherankan bila di sekolah aku mempunyai banyak teman baik anak-anak kelas III sendiri atau kelas I, aku sendiri waktu itu masih kelas II. Laki-laki dan perempuan semua senang bergaul denganku. Di kelas pun aku termasuk salah satu murid yang mempunyai kepandaian cukup baik, ranking 6 dari 10 murid terbaik saat kenaikan dari kelas I ke kelas II.

Karena kepandaianku bergaul dan pandai berteman tidak jarang pula para guru senang padaku dalam arti kata bisa diajak berdiskusi soal pelajaran dan pengetahuan umum yang lain. Salah satu guru yang aku sukai adalah bapak guru bahasa Inggris, orangnya ganteng dengan bekas cukuran brewok yang aduhai di sekeliling wajahnya, cukup tinggi (agak lebih tinggi sedikit dari aku) dan ramping tetapi cukup kekar. Dia memang masih bujang- an dan yang aku dengar-dengar usianya baru 27 tahun, termasuk masih bujangan yang sangat ting-ting untuk ukuran zaman sekarang.

Suatu hari setelah selesai pelajaran olah raga (volley ball merupakan favorit-ku) aku duduk-duduk istirahat di kantin bersama teman-temanku yang lain, termasuk cowok-co-woknya, sembari minum es sirup dan makan makanan kecil. Kita yang cewek-cewek masih menggunakan pakaian olah raga yaitu baju kaos dan celana pendek. Memang di situ cewek-ceweknya terlihat sexy karena kelihatan pahanya termasuk pahaku yang cukup indah dan putih. Tiba-tiba muncul bapak guru bahasa Inggris tersebut, sebut saja namanya Freddy (bukan sebenarnya) dan kita semua bilang, "Selamat pagi paaaa....aak", dan dia membalas sembari tersenyum, "Ya, pagi, semua. Wah, kalian capek, ya, habis main volley". Aku menjawab, "Iya, nih, pak lagi kepanasan. Selesai ngajar, ya, Pak", lalu dia ngomong lagi, "Iya, nanti jam setengah duabelas saya ngajar lagi, sekarang mau nagso dulu", lalu aku dan teman-teman mengajak, "Di sini aja Pak, kita ngobrol-ngobrol", dia setuju, "OK, boleh-boleh aja kalau kalian nggak keberatan", !

aku dan teman-teman bilang, "Nggak, Pak.", lalu aku menimpali lagi, "Sekali-sekali, donk, Pak kita dijajanin", lalu teman-teman yang lain, "Naaaaa.....aaa, betuuuuu....uuul. Setujuuuuuu........." Ketika Pak Freddy mengambil posisi untuk duduk langsung aku mendekat karena memang aku senang akan kegantengannya dan kontan teman-teman ngatain aku, "Alaaaa......., Etty, langsung, deh, deket-deket, jangan mau, Pak", lalu Pak Freddy menjawab, "Ah ! Ya, ndak, apa-apa". Kemudian sengaja aku menggoda sedikit pandangannya dengan menaikan salah satu kakiku berlagak akan membetulkan sepatu olah raga ku dan karena masih meng-gunakan celana pendek, jelas terlihat keindahan pahaku. Tampak Pak Freddy tersenyum dan aku berpura-pura minta maaf, "Sorry, ya, Pak", lalu dia menjawab, "That's OK". Di dalam hati aku tertawa karena sudah bisa mempengaruhi pandangan Pak Freddy.

Di suatu hari Minggu aku berniat pergi ke rumah Pak Freddy dan pamit kepada mama dan papaku untuk main ke rumah teman dan pulang agak sore dengan alasan mau meng-erjakan PR bersama-sama. Secara kebetulan pula mama/papaku mengizinkan begitu saja. Hari ini memang hari yang paling bersejarah dalam hidupku. Ketika tiba di rumah Pak Freddy, dia baru selesai mandi dan kaget melihat kedatangan ku. "Eeeeh, kamu, Et. Tumben, ada apa, kok, datang sendirian?" Aku menjawab, "Ah, enggak iseng aja. Sekedar mau tahu aja rumah bapak". Lalu dia mengajak masuk ke dalam, "Oooo, begitu. Ayo-lah masuk. Maaf rumah saya kecil begini. Tunggu, ya, saya paké baju dulu". Memang tampak Pak Freddy hanya mengenakan handuk saja. Tak lama kemudian dia keluar dan bertanya sekali lagi tentang keperluan ku. Aku sekedar menjelaskan, "Cuma mau tanya pelajaran, Pak. Kok, sepi banget Pak, rumahnya". Dia tersenyum, "Saya kost di sini. Sendirian."

Selanjutnya kita berdua diskusi soal bahasa Inggris sampai tiba waktu makan siang dan Pak Freddy tanya, "Udah laper, Et ?", aku jawab, "Lumayan, Pak." Lalu dia berdiri dari duduknya, "Kamu tunggu sebentar, ya, di rumah. Saya mau ke warung di ujung jalan situ. Mau beli nasi goreng. Kamu mau 'kan?" Langsung 'ku jawab, "OK-OK aja, Pak." Sewaktu Pak Freddy pergi, aku di rumahnya sendirian dan aku jalan-jalan sampai ke ruang makan dan dapurnya. Karena bujangan, dapurnya hanya terisi seadanya saja. Tetapi tanpa disengaja aku melihat kamar Pak Freddy pintunya terbuka dan aku masuk saja ke dalam. 'Ku lihat koleksi bacaan berbahasa Inggris di rak dan meja tulisnya, dari mulai majalah sampai buku, hampir semuanya dari luar negeri dan ternyata ada majalah porno dari luar negeri dan langsung 'ku buka-buka. Aduh !!! Gambar-gambarnya bukan main. Cowok/cewek pada ngentot dengan berbagai posisi dan entah kenapa yang paling menarik bagiku adalah gambar di mana cowok dengan asyiknya menjilati mémék ...



...cewek dan cewek sedang mengisap kontol cowok yang besar, panjang dan kekar.

Tidak disangka-sangka suara Pak Freddy tiba-tiba terdengar di belakangku, “Lho !! Ngapain di situ, Et. Ayo kita makan, nanti keburu dingin nasinya.” Astaga !! Betapa kagetnya aku sembari menoleh ke arahnya tetapi tampak wajahnya biasa-biasa saja. Majalah segera kulemparkan ke atas tempat tidurnya dan aku segera keluar dengan berkata tergagap-gagap, “Ti...ti...tidak, eh, eng.....gggak ngapa-ngapain, kok, Pak. Maaa....aaa..aaf, ya, Pak.” Pak Freddy hanya tersenyum saja, “Ya. Udah. Nggak apa-apa. Kamar saya berantakan. Nggak baik untuk dilihat-lihat. Kita makan aja, yuk.” Syukur lah Pak Freddy tidak marah dan membentak, hatiku serasa tenang kembali tetapi rasa malu belum bisa hilang dengan segera.

Pada saat makan aku bertanya, “Koleksi bacaannya banyak banget Pak. Emang sempat dibaca semua, ya, Pak?” Dia menjawab sambil memasukan sesendok penuh nasi goreng ke mulutnya, “Yaaa.....aah, belum semua. Lumayan buat iseng-iseng.” Lalu aku memancing, “Kok, tadi ada yang begituan.” Dia bertanya lagi, “Yang begituan yang mana.” Aku bertanya dengan agak malu dan tersenyum, “Emmmm......Ya, yang begituan, tuh. Emmmm...... Majalah jorok.” Kemudian dia tertawa, “Oh, yang itu, toh. Itu dulu oleh-oleh dari teman saya waktu dia ke Eropa

Selesai makan kita ke ruang depan lagi dan kebetulan sekali Pak Freddy menawarkan aku untuk melihat-lihat koleksi bacaannya. Lalu dia menawarkan diri, “Kalau kamu serius, kita ke kamar, yuk.” Aku pun langsung beranjak ke sana. Aku segera ke kamarnya dan aku ambil lagi majalah porno yang tergeletak di atas tempat tidurnya.

Begitu tiba di dalam kamar, Pak Freddy bertanya lagi, “Betul kamu nggak malu?”, aku hanya menggelengkan kepala saja. Mulai saat itu juga Pak Freddy dengan santai membuka celana jeans-nya dan terlihat olehku sesuatu yang besar di dalamnya, kemudian dia menindihkan dadanya dan terus semakin kuat sehingga menyentuh mémék ku. Aku ingin merintih tetapi ‘ku tahan. Pak Freddy bertanya lagi, “Sakit, Et.” Aku hanya menggeleng, entah kenapa sejak itu aku mulai pasrah dan mulutku pun terkunci sama sekali. Semakin lama jilatan Pak Freddy semakin berani dan menggila dan rupanya dia sudah betul-betul terbius nafsu dan tidak ingat lagi akan kehormatannya sebagai Seorang Guru. Aku hanya bisa mendesah ,Aaaa.....aahhh, Hemmm....... Uuuuu.....uuuh.

Akhirnya aku lemas dan ku rebahkan tubuhku di atas tempat tidur. Pak Freddy pun naik dan bertanya, “Enak, Et?” ‘ku jawab, “Lumayan, Pak.” Tanpa bertanya lagi langsung Pak Freddy mencium mulutku dengan ganasnya, begitupun aku melayaninya dengan nafsu sembari salah satu tanganku mengelus-elus kontol yang perkasa itu. Terasa keras sekali dan rupanya sudah ngaceng habis. Mulutnya mulai mengulum kedua puting payudaraku. Praktis kami berdua sudah tidak berbicara lagi, semuanya sudah mutlak terbius nafsu birahi yang buta. Pak Freddy berhenti merangsangku dan mengambil majalah porno yang masih tergeletak di atas tempat tidur dan bertanya kepadaku sembari salah satu tangannya menunjuk gambar cowok memasukan kontolnya ke dalam memek seorang cewek yang tampak pasrah di bawahnya, “Boleh saya seperti ini, Et?” Aku tak menjawab dan hanya mengedipkan kedua mataku perlahan. Mungkin Pak Freddy menganggap aku setuju dan langsung dia mengangkangkan kedua kakiku lebar-lebar dan duduk dihadapan mémékku. Tangan kiri berusaha membuka belahan mémékku yang rapat sedangkan tangan kanannya menggenggam kontolnya dan mengarahkan ke mémékku.

Kelihatan Pak Freddy agak susah untuk memasukan kontolnya ke dalam mémékku yang masih rapat dan aku merasa agak kesakitan karena mungkin otot-otot sekitar mé-mékku masih kaku. Pak Freddy memperingatkan, “Tahan sakitnya, ya, Et.”, Aku tak menjawab karena menahan terus rasa sakit dan akhhhh.......... bukan main perihnya ketika batang kontol Pak Freddy sudah mulai masuk, aku hanya meringis tetapi Pak Freddy tampaknya sudah tak peduli lagi, ditekannya terus kontolnya sampai masuk semua dan langsung dia menidurkan tubuhnya di atas tubuhku. Kedua payudaraku agak tertekan tetapi terasa nikmat dan cukup untuk mengimbangi rasa perih di mémék ku.

Semakin lama rasa perih berubah ke rasa nikmat sejalan dengan gerakan kontol Pak Freddy mengocok mémékku. Aku terengah-engah, “Hah, hah, hah,......” Pelukan kedua tangan Pak Freddy semakin erat ke tubuhku dan spontan pula kedua tanganku memeluk dirinya dan mengelus-elus punggungnya. Semakin lama gerakan kontol Pak Freddy se- makin memberi rasa nikmat dan terasa di dalam mémékku menggeliat-geliat dan berputar-putar. Sekarang rintihanku adalah rintihan kenikmatan. Pak Freddy kemudian agak mengangkatkan badannya dan tanganku ditelentangkan oleh kedua tangannya dan telapaknya mendekap kedua telapak tanganku dan menekan dengan keras ke atas kasur dan ouwwww........ Pak Freddy semakin ...



...memperkuat dan mempercepat kocokan kontolnya dan di wajahnya kulihat raut yang gemas. Semakin kutat dan terus semakin kuat sehinggi tubuhku bergerinjal dan kepalaku menggeleng ke sana-ke mari dan akhirnya Pak Freddy agak merintih bersamaan dengan rasa cairan hangat di dalam mémékku Rupanya air maninya sudah keluar dan segera dia mengeluarkan kontolnya dan merebahkan tubuhnya di sebelahku dan tampak dia masih terengah-engah. Setelah semuanya tenang dia bertanya padaku, “Gimana, Et? Kamu nggak apa-apa? Maaf, ya.” Sembari tersenyum aku menja- wab dengan lirih, “Nggak apa-apa. Agak sakit Pak. Saya baru pertama ini.” Dia berkata lagi, “Sama, saya juga.” Kemudian aku agak tersenyum dan tertidur karena memang aku lelah, tetapi aku tidak tahu apakah Pak Freddy juga tertidur.

Sekitar pukul 17:00 aku dibangunkan oleh Pak Freddy dan rupanya sewaktu aku tidur dia menutupi sekujur tubuhku dengan selimut. Tampak olehku pak Freddy hanya menggu- nakan handuk dan berkata, “Kita mandi, yuk. Kamu harus pulang ‘kan?” Badanku masih agak lemas ketika bangun dan dengan tetap dalam keadaan telanjang bulat aku masuk ke kamar mandi dan kemudian Pak Freddy masuk membawakan handuk khusus untukku. Di situlah kami berdua saling bergantian membersihkan tubuh dan akupun tak canggung lagi ketika Pak Freddy menceboki mémékku yang memang di sekitarnya ada sedikit bercak-bercak darah yang mungkin luka dari selaput daraku yang robek. Begitu juga aku, tak merasa jijik lagi memegan-megang dan membersihkan kontolnya yang perkasa itu.

Setelah semua selesai, Pak Freddy membuatkan aku teh manis panas secangkir. Terasa nikmat sekali dan terasa tubuhku menjadi segar kembali. Sekitar jam 17:45 aku pamit untuk pulang dan Pak Freddy memberi ciuman yang cukup mesra di bibirku. Ketika aku mengemudikan mobilku, terbayang bagaimana keadaan papa-mama dan nama baik seko- lah bila kejadian yang menurutku paling bersejarah tadi ketahuan. Tetapi aku cuek saja, kuanggap ini sebagai pengalaman saja.

Semenjak itulah, bila ada waktu luang aku bertandang ke rumah Pak Freddy untuk me-nikmati keperkasaannya dan aku bersyukur pula bahwa rahasia tersebut tak pernah sam-pai bocor. Sampai sekarang pun aku masih tetap menikmati entotan Pak Freddy walaupun aku sudah menjadi mahasiswa dan seolah-olah kami berdua sudah pacaran dan pernah pula Pak Freddy menawarkan padaku untuk mengawiniku bila aku sudah selesai kuliah nanti, tetapi aku belum pernah menjawab. Yang penting bagiku sekarang adalah menik- mati dulu keganasan dan keperkasaan kontol guru bahasa Inggris ku itu. Pak Freddy.